Mengenal Paulo Freire (Bagian II) -->

Advertisement

Mengenal Paulo Freire (Bagian II)

Rabu, 10 Februari 2016


Pendidikan dan aktivitas intelektual 

Tahun 1929 sungguh merupakan tahun kedukaan bagi Freire, yaitu ketika Brazil dilanda krisis financial yang berimbas pada keadaan keluarganya, bagi manusia pembelajar seperti Freire hal paling menyedihkan adalah bila ia jauh dari buku dan pelajaran- pelajaran berharga yang bisa ia dapatkan di sekolah yang membuat ia gerah karena harus terhenti dari belajar. Tapi beberapa waktu kemudian setelah situasi ekonomi keluarganya mulai membaik, Freire dapat melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Univercity of Recife. 

Beberapa waktu selepas kelulusannya dari Univercity of Recife, Freire diangkat sebagai direktur Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan pada Pelayanan Sosial di “The State of Pernambuco” pengalaman disana membuat ia belajar dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat miskin. Tugas kependidikan dan Organisasinya dia manfaatkan dengan merumuskan metode dialognya bagi pendidikan orang dewasa di  Universitas Recife. Kemudian Freire meraih gelar Doktoral nya pada tahun 1959. 

Awal 1960 brazil mengalami masa sulit, Gerakan-gerakan reformasi baik dari kalangan sosialis, komunis, pelajar, buru maupun militant Kristen semuanya mendesakan tujuan politik mereka masing-masing. Kala itu Freire menjabat sebagai direktur utama pusat pengembangan sosial Universitas Recife, dan pada masa itulah Freire membawa program pemberantasan buta huruf, inovasi Freire ini mendapat sambutan baik dari golongan minoritas , sebab dengan adanya pemberantasan buta huruf akan dapat memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyuarakan asprasinya, lantaran kemampuan bersuara tergantung pada kemampuan baca tulis. 

Pada tahun 1961 tampuk kepemimpinan Brazil beralih tangan dari Joao Goulart kepada Janio Quardos, serikat tani dan gerakan kultur lain yang terkenal bermaksud membangkitkan kesadaran dan kampanye melek huruf diseluruh wilayah brazil, lantas terbentuklah gerakan seperti BEM (Basic Education Movement) yang mendapat dukungan dari para Uskup. Kemudian melalui SUDENE (superintendency for the Development of the North East) sebuah organisasi federal yang telah banyak membantu perkembangan ekonomi di Sembilan Negara bagian dengan memasukkan kursus dan beasiswa untuk pelatihan para ilmuan dan spesialis. Bantuan pendidikan kemudian direncanakan untuk meperluas program-program melek huruf dasar dan deewasa sebagai hasil restruturisasi radikal yang diimpikan oleh SUDENE. DItengah harapannya yang sedang memuncak inilah Freire diangkat sebagai kepala pada Cultural Extension Service yang pertama di Universitas Recife. 

Mulai juni 1963 sampai maret 1964, tim pemberantasan buta huruf Freire telah bekerja diseluruh pelosok negeri. Mereka berhasil menarik minat warga yang buta huruf untuk belajar baca tulis. Dan menjelang akhir dasa warsa 60-an Freire mendapat undangan dari Harvard University untuk mengajar sebagai professor tamu pada Harvard’s Center for Studies in Education and Development dan menjadi anggota kehormatan pada Center for the Study of Development and Sosial Change.

Di samping kepeduliannya pada pendidikan Freire juga orang yang taat menjalani agama, Setelah meninggalkan Harvard pada tahun 1970-an, Freire menjadi konsultan dan akhirnya sebagai sekretaris asisten pendidikan untuk dewan gereja dunia di swiss. Freire berkeliling dunia menngajar dan mengamalkan usahanya untuk membantu program- program pendidikan Negara-negara baru di Asia dan Afrika seperti Tanzania dan Guinea Bissau. Selain itu dia juga menjadi ketua komite eksekutif institute for cultural Action (IDAC), sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh orang-orang yang ingin mengajar melakukan penelitian, dan melakuka eksperimen, selain menjalankan penelitian dan mensponsori workshop serta program-program yang melibatkan penyadaran. Sejak 1973 IDAC terus melakukan publikasi sejumlah dokument yang mendukung ide-ide Freire dan menerapkannya pada isu- isu pembelaan diseluruh dunia. 

Pada tahun 1979, Freire diundang oleh pemeintah Brazil untuk kembali dari pembuangan dan kembali mengajar di University of Sao Paulo. Pada 1988 dia juga diangkat menjadi Menteri Pendidikan untuk kota Sao Paulo. Tahun 1992, Freire merayakan ulangtahunnya ke 70 bersama lebih dari 200 rekan pendidik, para pembaharu pendidikan, para sarjana, dan aktivis-aktivis “grass-roots”. 

Di Rio De Janeiro, Freire meninggal dalam usia 75 tahun pada hari jum’at, 2 Mei 1997 karena serangan jantung, jejak ketokohannya, cinta  pengabdian dan harapannya pada dunia pendidikan, khusunya di Amerika Lati, dapat ditemukan pada pedagogy kritisnya yang menggabungkan ratusan organisasi akar rumput, ruang-ruang kuliah dan usaha-usaha reformasi lembaga sekolah dibanyak kota.


Tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikirannya 


Pembelajaran paling berkesan dan membawa banyak pengalaman baru adalah ketika Freire belajar di University of Recife, Disana Freire banyak mempelajari karya-karya para pendahulunya seperti Sattre, Althusser, Mournier, Ortega Y.Gasset, Unamuno, Marthin Luther King Jr, Che Guevara, Fromm, Mao Tse Tung, Marcuse dan  sebagainya. Yang semuanya itu berpengaruh kuat pada pemikiran filsafat Freire terutama dibidang pendidikan. 

Ketika membaca karya-karya Freire dapat ditemukan kemiripan ide-ide nya dengan Marx dan Mao dalam aspek sejarah dan kebudayaan, akan tetapi analisis filsafat pendidikan Freire tidak pernah mengarah pada aliran manapun. Pemikirannya banyak mengalir dari pengalamannya sehari-hari. Freire sering disebut sebagai orang yang idealis, “komunis”, teolog yang menyamar sebagai “fenomenolog” dan juga sebagai “eksistensialis”. Kemampuan Freire memanfaatkan perkembangan yang berfariasi dapat menjelaskan kepopulerannya diantara orang-orang yang tidak sepemahaan dengan dirinya.

Secara filosofis, pemikiran Freire banyak dipengaruhi oleh aliran pemikiran fenomenologi, personalisme, eksistensialisme, dan marxisme. Sebagai tokoh pendidikan, ia dikenal sebagai salah satu tokoh utama rekonstruksionisme. Keyakinan utama seorang rekonstruksionis ialah istilah yang sering digunakan oleh Freire adalah tulisan Tom Heaney, “Issues in Freirean Pedagogy”, Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan “. . . hold the goal of building an ideal and just sosial order. Efforts are directed toward establishment of a practical utopia where persons are liberated to be and become all intended to be.” (…pertahankan tujuan pembangunan pelayanan ideal dan sosial. Karya ditujuakan kearah keterbukaan sebuah pratik khayalan dimana seseorang dibebaskan menjadi semua yang diharapkan).

George R. Knight mendaftarkan beberapa prinsip utama dari Rekonstruksionisme, yang intinya adalah:
  1. Peradaban dunia sedang berada dalam krisis di mana solusi efektifnya adalah penciptaan suatu tatanan sosial yang menyeluruh.
  2. Pendidikan adalah salah satu agen utama untuk melakukan rekonstruksi terhadap tatanan sosial. Oleh karenanya, seorang pendidik rekonstruksionis harus secara aktif mendidik demi perubahan sosial.
  3. Metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertujuan untuk mengenali dan menjawab tantangan sosial yang ada.

Dari ketiga prinsip ini dapat diketahui bahwa di dalam rekonstruksionisme peranan pendidikan sekolah bukanlah sebagai transmitor (penyampai) kebudayaan yang bersifat pasif, sebagaimana diyakini oleh aliran-aliran yang lebih tradisional, tetapi sebagai agen yang menjadi pionir yang aktif dalam melakukan reformasi sosial. Hal ini terlihat secara jelas dalam pemikiran Freire.