Antonio Gramsci: Kesadaran Revolusioner Sejati -->

Advertisement

Antonio Gramsci: Kesadaran Revolusioner Sejati

Jumat, 01 April 2016



SAN Vittore, Milan, 4 Juni 1928, pukul 9 pagi.

Di ruang Peradilan Khusus Pembelaan Negara itu, udara serasa lindap. Seorang lelaki bertubuh bungkuk, berkacamata bulat, rambut gondrong mengombak, menatap dengan mata tombak. Rahangnya berkali-kali mengeras, mengikuti tangannya yang mengepal. Ia seorang terdakwa.

Di depannya, seorang jenderal duduk sebagai hakim, dan lima kolonel sebagai juri. Tapi ia abai itu, ia tahu, posisi dia yang berseberangan dengan mereka sudah memastikan hukuman akan dijatuhkan. Dan ketika dakwaan diterakan, dipersalahkan atas "kegiatan konspiratorial, pemicuan perang saudara, dan provokasi kebencian kelas", ia berdiri. Matanya basah oleh amarah. Dengan suara menggelegar-gemetar, ia tunjuk muka hamim, "Kalian akan membawa Italia ke jurang kehancuran, dan hanya kami, komunis, yang bisa menyelamatkannya." Kalimatnya terhenti, interupsi telah diucapkan sang jenderal. Ia terduduk lemas, tapi matanya, tak seperti orang yang cemas.

Ia, Antonio Gramsci, di pagi yang enggan beranjak itu, menerima azab, dihukum 20 tahun penjara. Hukuman berat, yang juga harus ditanggungkan 32 pemimpin komunis lain, yang didakwa sebelum dan sesudahnya.

Ketika tertangkap 8 November 1926 di kamar sewaan di Roma, di saat ia menunggu untuk diseludupkan ke luar Italia, Gramsci tahu, masa panjang hukuman itu akhirnya akan tiba. Ia memulai "perjalanan" itu ketika diisolasi di penjara tua Regina, lalu dipindahkan ke pulau Ustica selama setengah tahun, kemudian dijebloskan ke Penjara Militer San Vittore, di Milan, selama setahun, sebelum dakwaan itu jatuh. Setelahnya, penjara Regina Coeli ia cecap, dan karena uremia kronis, penjara orang cacat di Turi, Puglia, Provinsi Bari ia masuki, selama lima tahun. Namun, kebugarannya tak pernah kembali, ia pun dipindahkan ke klinik penjara Cusumano di Formia selama dua tahun, dan terakhir menginap di Rumah sakit Quisisana di Roma. Usianya baru 46 tahun, tampan, dan masih terlalu muda, ketika tangan yang rapuh itu --menggenggam jemari Tatiana, iparnya yang amat setia dalam ideologi dan pendampingan, serta saudaranya Carlo, yang duduk di tepian ranjangnya,-- terkulai. Ia seperti tersedak, napasnya melemah, dan timpas. Pendarahan otak memutus denyar nadinya, di pangkal subuh, 27 April 1937.

Merasa terbuang dan terhina

Tak sulit menjelaskan posisi Gramsci. Untuk kaum revolusioner Amerika Latin dan Eropa Timur, Asia dan juga Afrika selain Cze Guevera, ia adalah nabi mereka.

Antonio Gramsci lahir 22 Januari 1891 di Ales, desa tadi di Sardinia. Ia anak keempat dari 7 bersaudara, beribukan Giuseppina Marcias, seorang guru, dan berayahkan Francesco Gramsci, petugas pajak desa. Ia tergolong kelas signori atau kelas berada di desa itu, sampai ayahnya dikenai tuduhan korupsi, dan dipenjarakan.

Usia 4 tahun, tanpa sengaja pembantunya menjatuhkan dia dari tangga, dan kecacatan seumur hidup harus ia tanggungkan, punggungnya bungkuk, yang membuat ia dijauhi teman-temannya, penyendiri, dan lebih suka bermain imajinasi, wataknya pun berubah keras. "Sebagai bocah, ia merasa tak dicintai, dihinikan dan diasingkan," kata John Cammett, salah seorang penulis biografinya.

Isolasi sosial ini membuat ia gila bacaan. Usia tujuh tahun ia telah menamatkan Treasure Island, Robinson Crusoe, Uncle Tom's Cabin, Pinnocio, dan Rikki tikki tavi, karya Kipling. Tapi, kakaknya Gennaro yang mulai mengenalkannya pada pemikiran sosialis dan kelas buruh Sardinia, dengan melanganinya Avanti, koran Partai Sosialis Italia.

Lulus dari Dettori Liceo September 1911, ia ke Universitas Turin dengan beasiswa untuk filologi. Tiga tahun kemudian, ia bergabung dengan federasi Pemuda Partai Sosialis (FGS), dan memilih ke luar dari kampus, untuk dapat lebih mempraktikkan ide-ide radikal.

Ia pun mulai mendidik buruh dengan ajaran Marx, Romain Rolland, dan filsuf Italia Benedetto Croce. Tahun 1914, ia mulai menulis artikel anti-perang di mingguan sosialis Turin, Il grido del Popolo, dan merambah ke artikel kebudayaan secara teratur di Avanti. Selebihnya, ia melepaskan selebaran La citta Futura (Kota Masa Depan), untuk menyadarkan kaum muda, menjadi wartawan, dan penganjur sosialis-crocean.

Agustus 1917, proletar Italia bangkit dan mengambil alih Turin. Seminggu kemudian, mereka digagalkan setelah lebih dari 500 buruh ditewaskan militer. Partai Sosialis pun jatuh pamor. Namun, Gramsci malah jadi editor Il Grido del Popolo dan anggota eksekutif Sosialis untuk Turin.

Tahun 1919, ia menerbitkan koran revolusioner Ordine Nuovo, dan fokus pada pendidikan politik, dan hanya dalam waktu setahun, sebagianbesar buruh pabrik di Turin mengikuti idenya, yang mendasarkanpada Revolusi Bolsyewik di Rusia. Musim semi 1920, ia mengkritik partai dengan artikel "Menuju Pembaharuan Partai Sosialis" untuk mempersiapkan faksi kiri melakukan "perang". Tapi, situasi Italia berubah, Mussolini berhasil merebut kekuasaan dengan gerakan tipuan "massa menuju Roma" di Oktober 1922. Akibatnya, posisi Partai Komunis yang berdiri setahun sebelumnya kian terancam dan Ordine Nuovo dihancurkan. Gramsci lalu dikirim ke Soviet, terkena gangguan syaraf yang parah, dan di rawat di Moskow. Di sini ia bertemu Giulia Schucht, yang kelak menjadi istrinya.

Mei 1924 ia kembali ke Italia, menjadi anggota parlemen Italia, dan setahun kemudian meraih posisi ketua partai, berkampanye di pedesaan Italia Selatan untuk segera mempersiapkan pemberontakan rakyat jelata. Sayang, seperti yang tertulis di atas, setahun kemudian, ia justru tertangkap oleh kaki tangan Mussolini, yang awalnya, pernah ia beri simpati.

Buah pikir Gramsci dapat dilacak melalui surat-suratnya dari dalam penjara yang berhasil diselundupkan melalui kegigihan iparnya Tatiana, dan dibukukan menjadi Prison Notebooks. Sayang, sulit sekali memahami karya itu, karena disusun sangat abstrak dan penuh sandi untuk menghindari sensor sipir. Ia harus mengganti marxisme dengan "filsafat praksis", kelas dengan "kelompok sosial dominan dan bawahan", lalu revolusioner dengan "pangeran modern". Akibatnya, penelaah pemikiran Gramsci yang paling gigih pun selalu merasa ragu, apakah sungguh telah memahami apa yang dia maksudkan. Tapi, setidaknya ada 3 pokok pikirannya untuk memahami kapitalisme lanjut dan mengaplikasikan marxisme. Pertama, masyarakat sipil dengan institusinya seperti sekolah, parpol, gereja dan media massa, yang dalam kapitalisme Barat juga sebagai senjata untuk menaklukkan masyarakat. Lalu hegemoni, yang secara jenial telah dipraktikkan rezim Orde Baru, menguasai pikiran masyarakat tanpa disadari, dan ketiga, perang posisi, kemampuan mengintip untuk melakukan pukulan balas saat kapitalisme guncang.