Revolusi Sosialis dan Hak Sebuah Bangsa untuk Menentukan Nasib Sendiri, Lenin (1916) -->

Advertisement

Revolusi Sosialis dan Hak Sebuah Bangsa untuk Menentukan Nasib Sendiri, Lenin (1916)

Minggu, 29 September 2013

Revolusi Sosialis dan Hak Sebuah Bangsa untuk Menentukan Nasib Sendiri

TESIS

V.I. Lenin (1916)


Ditulis: antara Januari-Februari 1916
Diterbitkan: pada April 1916 di majalah Vorbote No 2. Diterbitkan juga dalam bahasa Rusia pada Oktober 1916 di Sbornik Sotsial-Demokrata, No 1.
Penerjemah: Dipo Negoro (6 Juni 2013)
Penyunting: Ted Sprague
Sumber Terjemahan: "The Socialist Revolution and the Right of Nations to Self-Determination"





1. Imperialisme, Sosialisme dan Pembebasan Bangsa Tertindas


Imperialisme adalah tahapan tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Kapital di negeri-negeri maju telah berkembang melebihi batasan-batasan Negara-bangsa. Kapital telah membangun monopoli yang menggantikan persaingan, dengan begitu menciptakan semua syarat objektif untuk mencapai sosialisme. Oleh sebab itu di Eropa Barat dan di Amerika Serikat, perjuangan revolusioner kaum proletar untuk penggulingan pemerintahan-pemerintahan kapitalis, untuk pengambilalihan aset-aset borjuasi, adalah sesuatu yang mendesak hari ini. Imperialisme memaksa massa ke dalam perjuangan ini dengan mempertajam antagonisme-antagonisme klas hingga ke tingkatan yang sangat besar, dengan memperburuk kondisi-kondisi massa baik secara ekonomi – hutang dan biaya hidup yang tinggi, serta secara politik – tumbuhnya militerisme, peperangan-peperangan yang terus terjadi, meningkatnya reaksi, semakin kuat dan meluasnya penindasan terhadap bangsa-bangsa dan penjarahan kolonial. Kemenangan sosialisme harus mencapai demokrasi yang sepenuhnya dan, sebagai akibatnya, tidak hanya membawa kesetaraan sepenuh-penuhnya di antara bangsa-bangsa, tetapi juga memberikan hak kepada bangsa-bangsa yang tertindas untuk menentukan nasibnya sendiri, yaitu hak untuk bebas memisahkan diri secara politik. Partai-partai Sosialis yang gagal membuktikan dengan seluruh aktivitas mereka hari ini, dan juga saat revolusi serta setelah kemenangannya, bahwa mereka akan membebaskan bangsa-bangsa yang tertindas dan membangun hubungan dengan mereka di atas dasar sebuah persatuan yang bebas – dan sebuah persatuan yang bebas adalah sebuah formula kosong bila tidak disertai dengan hak untuk memisahkan diri – partai yang seperti itu akan melakukan pengkhianatan terhadap sosialisme.
Tentu saja demokrasi juga merupakan sebuah bentuk Negara yang harus hilang ketika Negara menghilang, namun hal ini akan terjadi hanya dalam proses transisi dari sosialisme yang terkonsolidasi dan menang sepenuhnya menuju ke komunisme sepenuhnya.

2. Revolusi Sosialis dan Perjuangan Untuk Demokrasi

Revolusi Sosialis bukanlah sebuah tindakan tunggal, bukanlah sebuah pertempuran tunggal dalam satu front yang tunggal, namun adalah keseluruhan jaman konflik-konflik klas yang semakin intensif, sebuah rangkaian panjang pertempuran di seluruh front, yaitu pertempuran seputar semua masalah ekonomi dan politik, yang dapat memuncak hanya dalam pengambilalihan hak-milik kaum borjuasi. Akan menjadi kesalahan pokok untuk menganggap bahwa perjuangan untuk demokrasi dapat membelokkan proletariat dari revolusi sosialis, atau menghalang-halangi, atau mengaburkannya, dsb. Sebaliknya, seperti halnya sosialisme tidak dapat menang kecuali kalau sosialisme memajukan demokrasi seutuhnya, maka proletariat tidak akan mampu menyiapkan kemenangan terhadap borjuasi kecuali kalau proletariat melancarkan perjuangan yang luas, konsisten dan revolusioner untuk demokrasi.
Akan juga menjadi kesalahan untuk menghilangkan poin apapun dari program demokratik, sebagai contoh, poin hak penentuan nasib sendiri dari sebuah bangsa, atas dasar bahwa program itu “tidak dapat dicapai”, atau bahwa itu adalah “ilusi” di bawah imperialisme. Pernyataan bahwa hak sebuah bangsa untuk menentukan nasib sendiri tidak bisa dicapai dalam kerangka kapitalisme dapat dimengerti dengan melihat makna ekonomi yang absolut, atau dalam makna politik yang konvensional.
Dalam makna yang pertama, pernyataan tersebut secara fundamental salah dalam teori. Pertama, dalam makna ini, adalah tidak mungkin untuk mendapatkan hal-hal seperti kerja yang dibayar sesuai dengan nilainya atau penghapusan krisis, dsb di bawah kapitalisme. Namun sepenuhnya salah untuk juga berpendapat bahwa hak penentuan nasib sendiri juga tidak dapat dicapai. Kedua, bahkan contoh Norwegia yang memisahkan diri dari Swedia pada 1905 cukup untuk menyanggah argumentasi bahwa pemisahaan diri sebuah bangsa “tidak dapat dicapai”. Ketiga, akan menggelikan untuk menyangkal bahwa dengan sedikit perubahan dalam hubungan politik dan strategis, sebagai contoh antara Jerman dan Inggris, pembentukan Negara-negara baru, Polandia, India, dsb dapat “dicapai” dengan cepat. Keempat, kapital finans, dalam usahanya untuk ekspansi, akan “secara bebas” membeli dan menyuap pemerintahan yang paling bebas, paling demokratik dan paling republik serta para pejabat terpilih dari negeri manapun, bagaimanapun “independennya” pemerintahan tersebut. Dominasi kapital finans, seperti juga kapital secara umum, tidak dapat dihilangkan oleh reformasi bentuk apapun di dalam ranah demokrasi politik, dan hak penentuan nasib sendiri secara keseluruhan dan eksklusif ada di dalam ranah tersebut. Namun dominasi kapital finans tidak sedikitpun menghancurkan signifikansi demokrasi politik sebagai bentuk penindasan kelas dan perjuangan kelas yang lebih bebas, lebih luas, dan lebih jelas. Oleh karena itu semua argumentasi yang menyatakan bahwa “kemustahilan mencapai” secara ekonomi salah satu tuntutan demokrasi politik di dalam kapitalisme mereduksi diri mereka sendiri ke dalam sebuah definisi yang secara teori keliru mengenai relasi-relasi umum dan fundamental dari kapitalisme dan dari demokrasi politik secara umum.
Dalam makna yang kedua, pernyataan tersebut adalah tidak lengkap dan tidak tepat, karena bukan hanya hak sebuah bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, tetapi juga semua tuntutan pokok dalam demokrasi politik adalah “mungkin untuk dicapai” di bawah imperialisme, hanya dalam bentuk yang tidak lengkap, termutilasi dan sebagai sebuah pengecualian yang langka (sebagai contoh, pemisahaan Norwegia dari Swedia pada 1905). Tuntutan untuk kemerdekaan segera bagi negeri-negeri jajahan, seperti yang diajukan oleh semua kaum Sosial Demokrat revolusioner, juga “tidak mungkin dicapai” di bawah kapitalisme tanpa serangkaian revolusi. Akan tetapi ini bukan berarti bahwa Sosial Demokrasi harus menahan diri dari melancarkan sebuah perjuangan yang segera dan paling tegas untuk semua tuntutan tersebut – untuk menahan diri hanya akan memberikan keuntungan pada borjuasi dan reaksi. Sebaliknya, hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa penting untuk memformulasikan dan memajukan semua tuntutan tersebut, bukan dengan cara yang reformis, namun dengan cara yang revolusioner; bukan dalam kerangka legalitas borjuasi, namun dengan menerobosnya; bukan dengan membatasi diri pada pidato-pidato parlementer dan protes-protes verbal, namun dengan mendorong massa ke dalam aksi yang riil, dengan memperluas dan mengobarkan perjuangan untuk setiap tuntutan demokratik yang pokok, sampai dengan dan termasuk juga serangan langsung proletariat terhadap borjuasi, yakni sampai ke revolusi sosialis yang akan melucuti borjuasi. Revolusi sosialis dapat terjadi bukan hanya akibat pemogokan umum, demonstrasi jalanan, kerusuhan akibat kelaparan, pemberontakan di dalam tentara atau pemberontakan di negeri-negeri jajahan, namun juga akibat krisis politik apapun, seperti skandal Dreyfus[1], insiden Zabern[2], atau dalam hubungannya dengan referendum untuk memisahkan diri dari sebuah bangsa yang tertindas, dsb.
Intensifikasi penindasan nasional di bawah imperialisme menjadikan sebuah keharusan bagi Sosial Demokrasi untuk tidak meninggalkan apa yang digambarkan oleh borjuasi sebagai perjuangan “utopis” bagi kemerdekaan bangsa-bangsa untuk memisahkan diri, tetapi, sebaliknya, untuk mengambil keuntungan lebih banyak dari konflik-konflik yang juga muncul atas dasar perjuangan tersebut dengan tujuan untuk membangkitkan aksi massa dan serangan revolusioner terhadap borjuasi.
.
Baca Selengkapnya: >>  Revolusi Sosialis dan Hak Sebuah Bangsa untuk Menentukan Nasib Sendiri, Lenin (1916)