Soal Freeport: Kalian Yang Senang, Kitorang Yang Mati! -->

Advertisement

Soal Freeport: Kalian Yang Senang, Kitorang Yang Mati!

Sabtu, 21 November 2015




Agak gelisah juga melihat semua orang berkomentar soal Renegosiasi Kontrak Karya Freeport, tapi yang disayangkan adalah sedikit yang membahas sejarah dan dosa Freeport masuk ke Papua. sebenarnya, mau ribut soal Kontrak Karya Freeport tapi masih ada 30.004 pekerja yang mengadu nasib disana, tapi ternyata setelah ditelusuri lebih banyak jumlah penggangguran 2 Provinsi di Papua 90.409 jiwa menurut Badan Pusat Statistik pada periode tahun 2014/2015. 

Kontrak Karya Pertama Freeport pertama kali ditandatangani tahun 1967, 2 Tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969. Artinya Papua saat itu belum resmi menjadi bagian dari NKRI artinya itu illegal menurut hukum dan menurut beberapa akademisi dikaitkan bahwa Freeport juga penyebab runtuhnya rezim Orde Lama, Soekarno. Salah satu yang heboh adalah Lisa Pease , seorang penulis asal Amerika Serikat, membuat artikel menarik berjudul “JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur”. Artikel heboh ini dimuat dalam Majalah Probe, edisi Maret-April 1996. Kemudian, artikel ini disimpan di dalam National Archive di Washington DC, Amerika Serikat. Paling menarik, dalam artikelnya Lisa Pease menulis bagaimana sejarah kelam kongkalikong Pemerintah Indonesia - Freepot hingga penjarahan gunung emas di Papua yang dimulai sejak tahun 1967. 

Dan dari awal rakyat Papua (pemilik ulayat) di Tanah Amungsa pernah memprotes keberadaan Freeport. Peristiwa yang paling terkenal itu terjadi tahun 1977, protes yang berujung mencoba memotong pipa aliran konsentrat di Tembagapura. Namun protes tersebut dibalas Freeport dan Negara dengan melaksanakan Operasi Militer yang masif dan meluas hingga ke pegunungan tengah Papua selama tahun 1977-1978, dan dipimpin Brigjen Acub Zainal. 

Peristiwa pembantaian 77/78 ini telah didokumentasikan AHRC, dengan jumlah korban; 4.416 nama yang dilaporkan dibunuh militer Indonesia dan menyatakan bahwa jumlah korban tewas akibat penyiksaan, penyakit, dan kelaparan berbuntut kekerasan tersebut bisa jadi lebih dari 10.000 orang. 

Kegaduhan Menteri ESDM vs Ketua DPR saat ini agak aneh, karena secara tidak lansung menempatkan posisi Presiden Direktur Freeport yang merekam dan melapor sebagai pahlawan, yang juga turut menggiring opini bahwa Freeport tidak pernah salah di mata masyarakat awam seperti saya. Dan keributan ini sama sekali tak ada untungnya bagi rakyat Papua di Tanah Amungsa, di kaki gunung Grasberg selain Orang Jakarta bersama Freeport yang haus akan duit. Solusi terbaik bagi rakyat Papua adalah TUTUP FREEPORT serta membongkar sejarah kelam masuknya Freepot, atau mengAMBIL ALIH untuk dikelola demi kepentingan rakyat!!