”(Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).
Kedudukan hukum dari resolusi ini sudah diresmikan lagi oleh Mahkamah Internasional (International Court of Justice) dalam keputusannya tanggal 21 Juni 1971, yang mengatakan bahwa: “ Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepatcepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514ndari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB”.
(“Le principle d’autodétermination en tant que droit des peuples et son application en vue de mettre fin rapidement les situation coloniales sont enonceés dans la résolution 1514” – Court Internartional de Justice. Recueil, 1975. P. 31)
“Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna.”
(“Pour transférer tous pouvoirs aux peuples de ces territoires, sans aucune condition, ni réserve, conformément à leur voeux librement exprimés, sans aucune distinction de race, de croyance, ou de couleur afin de leur permettre de jouir d’une indépendence et d’une liberté complètes.”)
Hal ini tidak pernah dijalankan oleh
penjajah Belanda di negeri-negeri kita: Acheh-Sumatra tidak dikembalikan kepada
bangsa Acheh, Republik Maluku Selatan tidak dikembalikan kepada bangsa Maluku
Selatan, Papua tidak dikembalikan kepada bangsa Papua, Kalimantan tidak tidak
dikembalikan kepada Bangsa Kalimantan, Pasundan tidak dikembalikan kepada
Bangsa Sunda, dan lain-lain sebagainya; semua negeri ini tidak diserahkan
kembali kepada bangsa-bangsa penduduk aslinya masing-masing – sebagaimana yang
telah diperintahkan oleh Hukum Internasional dan sebagaimana yang sudah
dijalankan di tempat-tempat lain di seluruh dunia- tetapi telah diserahkan
bulat-bulat ketangan neo-kolonialisme Jawa dengan bertopengkan nama pura-pura
“Indonesia” untuk mencoba menutup-nutupi kolonialisme Jawa.
A. Mewajibkan segala negara untuk membantu
mengakhiri semua penjajahan dan membantu PBB dalam urusan ini,
B. Melarang semua negara memakai kekerasan untuk
menghalangi bangsa-bangsa yang terjajah untuk mencapai kemerdekaan dan
menentukan nasib diri mereka sendiri.
C. Memberi hak kepada segala bangsa yang terjajah
untuk melawan segala macam bentuk kekerasan yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi hak mereka untuk menentukan nasib diri-sendiri dan merdeka,
serta hak mereka untuk mendapat bantuan dunia dalam perjuangan ini.
(“Tout Etat a le devoir de s’abtenir de recourir à toute mesure de coercition
qui priverait les peuples mentionnés ci-dessus dans la formulation du présent
principe de leur droit à disposer d’eux-mêmes, de leur liberté et de leur
indépendence. Lorsqu’ils réagissent à une tellemesure de coercition dans
l’exercise de luer droit à disposer d’eux-mêmes, ces peuples sont en droit de
chercher et de recevoir un appui conforme aux buts et principes de la charte de
Nations Unies.”
(“Le territoire d’une colonie ou un autre
territoire non autonome possède, en vertu de la Charte, un statut séparé et
distinct de celui du territoire de l’Etat qui l’administre; ce statut séparé et
distinct en vertu de la Charte existe aussi longtemps que le peuple de la
colonie ou du territoire non autonome n’exerce pas son droit à disposer de lui-même
conformément à la Charte des Nations-Unies et, plus particulièrement, à ses
buts et principes.”)
Hukum Ini juga memberi kewajiban kepada
negara-negara ketiga yang tidak langsung terlibat dalam penjajahan, untuk
menjalankan tugas mereka sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk
membantu perjuangan kemerdekaan yang dipertanggungjawabkan atas mereka oleh
Piagam PBB dan Resolusi-Resolusi yang bersangkutan dengan penghapusan
penjajahan dan segala rupa bentuk jelmaannya.
5. Mahkamah
Internasional dalam pemandangan Kehakimannya yang dikeluarkan pada tanggal 16
Oktober, 1975, telah menyatakan ada tiga jalan, yang menurut hukum, bagi negeri-negeri
atau wilayah-wilayah yang masih terjajah untuk menjalankan hak penentuaan nasib
diri-sendiri mereka, yaitu;
A.
Menjadi sebuah negara merdeka dan berdaulat;
B.
Dengan bebas memilih untuk berserikat dengan
sesuatu negara lain yang sudah merdeka;
C.
Dengan bebas memilih untuk memasukkan dirinya
kedalam salah satu negara lain yang sudah merdeka;
(“Pour un territoire non autonome
d’atteindre la pleine autonomie, il peut;
a. devenir un Etat indépendence et souverain;
b. s’associer librement à un Etat
Indépendant;
c. s’intégrer à un Etat
indépendant.”)
Jajahan-jajahan Belanda di Asia
Tenggara ini sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk dengan bebas memilih
salah satu diantara jalan-jalan yang disebut diatas. Kita tidak pernah diberikan
kesempatan untuk merdeka dan berdaulat sendiri – sebagaimana sepatutnya. Dan
kita tidak pernah ada pula diadakan pemilihan bebas untuk masuk kebawah telapak
kaki penjajahan Jawa. Apa yang terjadi kemudian ialah kita sudah diseret dengan
paksa kedalam neokolonialis Indonesia Jawa. Juga sesudah ternyata bahwa
wilayah-wilayah jajahan Belanda seperti Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku
Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, yang mempunyai status yang jelas
dalam Hukum Internasional sebagai wilayah-wilayah jajahan yang terpisah satu
sama lainnya dan karena berpisah-pisahan itu dan yang nasibnya berlainan, maka
harus ditentukan sendiri oleh masing-masing bangsa asli yang bersangkutan,
sampai sekarang mereka belum merdeka sebab semua dengan serta merta dan dibawah
paksaan senjata sudah dimasukkan kedalam penjajahan Jawa yang bertopengkan yang
bernama “ bangsa” pura-pura “ Indonesia” .Bangsa-bangsa Acheh-Sumatera, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Sunda, Bali, dsb, tidak pernah diberikan kesempatan untuk menjalankan hak penentuan nasib diri-sendiri untuk memilih antara merdeka kembali seperti dahulu kala seperti sejarah mereka sebelum Belanda datang, atau memang mau menjadi jajahan “ Indonesia” Jawa. Pemilihan yang jujur untuk menentukan nasib diri-sendiri pada bangsa-bangsa ini tidak pernah diadakan sebagaimana yang sudah ditentukan oleh aturan-aturan Hukum Internasional.
Penyerahan kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, oleh Belanda kepada “Indonesia” Jawa adalah tidak sah sama sekali menurut Hukum, sebab Belanda, sebagai bangsa penjajah, tidak mempunyai hak daulat atas tiap-tiap negeri yang dijajahnya. Kedaulatan atas tiap-tiap negeri dan wilayah-wilayah jajahan itu tetap berada ditangan bangsa asli penduduk negeri dari wilayah itu sendiri dan tidak dapat dipindahpindahkan atau diserah-serahkan oleh siapapun atau kepada siapapun juga.
Hak kedaulatan atas Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tetap dalam tangan bangsa-bangsa dan negeri-negeri itu sendiri – bukan ditangan bangsa Jawa!- dan tidak dapat diserahkan oleh Belanda kepada Jawa, karena Belanda sendiri tidak pernah memilikinya. Karena itu kekuasan Jawa sekarang di Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik MalukuMSelatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, tidak mempunyai dasar hukumnya, tidak sah dan illegal. Walaupun tentara Jawa dan boneka-bonekanya sekarang menduduki Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls, pendudukan tersebut tidak melegalkan penjajahan Jawa. Sah atau tidaknya pendudukan sesuatu wilayah oleh sesuatu tentara pendudukan tergantung pada bagaimana asal-usulnya pendudukan itu sendiri terjadi.
Jelaslah sudah, pendudukan Jawa berasal dari pendudukan Belanda yang berasal dari perang konial atas kita. Kemudian oleh Belanda, negeri-negeri kita diserahkannya kepada Jawa. Jadi pendudukan Jawa sama tidak sahnya dan sama illegalnya sebagai pendudukan Belanda. Ex injuria jus non oritur. Hukum tidak bisa berasal dariperbuatan yang tidak berdasar hukum.
6. Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri sudah membuat
sebuah Program untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang terjajah sebagaimana yang
terdapat dalam keputusan 2621 (XXV) tanggal 12 Oktober 1970, dimana penjajahan
dinamakan sebagai satu “ kejahatan Internasional” dan “ kepada bangsa-bangsa
yang terjajah” – seperti kita bangsa-bangsa Acheh-Sumatra, Sulawesi, Republik
Maluku Selatan, Papua, Kalimantan, Pasundan, dls. – “ Diberikan hak mutlak
untuk melawan si penjajah mereka dengan segala cara yang diperlukan.”
( “Le
droit inhérent des peulpes coloniaux à lutter par tous les moyens necessaires.”).
7. Dalam keputusan 3314 (XXIX), tanggal 14
Desember, 1974, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang semua negara
menggunakan kekerasan terhadap bangsa-bangsa yang menuntut hak penentuan nasib
diri-sendiri mereka.
Resolusi ini menegaskan:
“Kewajiban negara-negara supaya tidak mempergunakan
senjata untuk menindas hak bangsa-bangsa yang sedang menentukan nasib
diri-sendiri dan hak kemerdekaan serta kesatuan wilayah mareka itu.”
(“Le devoir des Etats de ne utilizer les armes pour
priver les l’indépendance ou pour violer l’intégriter mination, à la liberté et
à l’indépendance ou pour violer l’intégrité territorial.”)
Bandingkan ini
dengan kekejaman oleh Jawa yangtelah membunuh para pejuang-pejuang kemerdekaan
di Acheh-Sumatra, Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Timor Leste dansebagainya.
8. Artikel 9 dari resolusi diatas berkata lagi: “
Tidak ada suatupun dalam ketentuan ini yang dapat mengurangi kemutlakan akan
hak penentuan nasib diri-sendiri, dan hak kebebasan dan kemerdekaan daripada
bangsa-bangsa yang hak mereka telah dirampok…..lebih-lebih bangsa-bangsa itu
masih dibawah kekuasaan pemerintah kolonial yang rasis (seperti”Indonesia”
Jawa) atau dibawah kekuasaan bangsa luar lainnya. Bangsa-bangsa yang masih
terjajah ini mempunyai hak mutlak untuk berjuang melawan sipenjajahnya untuk
mencapai kemerdekaan dan berhak mencari dan menerima bantuan dan sokongan untuk
kemerdekan dan kebebasan mareka, maksud ini sesuai dengan dasar-dasar
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).”
(“Rien dans la présente définition ne pour porter
préjudice au droit à l’autodétermination, à la liberté et à l’indépendance des
peuples privés de ce droit… particulièrement les peuples sous la domination des
régimes coloniaux et rasistes et sous d’austres forms de domination étrangère,
ni au droit de ces peuples de lutter à cette fin et de rechercher et de
recevoir un appui à cette fin, en accord avec les principes.”)
9. Dan oleh Mahkamah Tetap Bangsa-Bangsa (Tribunal
Permanent des Peuples), Roma, dalam Keputusannya, pada tanggal 11 November,
1979, sudah menyatakan yang bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan yang berperang mengusir
tentara-pendudukan asing dari bumi mereka (Seperti tentara pendudukan Jawa di Acheh-Sumatra,
Papua, Republik Maluku Selatan, Sulawesi, Kalimantan, dls) mempunyai hak untuk
dilindungi keselamatan mereka oleh Geneva Convention (Perjanjian Genewa) tahun
1949, yang diperbaharui lagi pada tahun 1977, yakni jika pejuang-pejuang ini
tertangkap atau tertawan, mereka harus diperlukan sebagai tawanan perang dari
negara-negara berdaulat yang mempunyai perlindungan hukum, walaupun di medan
perang, mereka tidak boleh dianiaya, hanya boleh ditanya nama dan pangkatnya
saja.
10. DENGAN INI KITA SERUKAN kepada saudara-saudara
kita Bangsa Sulawesi, Bangsa Maluku Selatan, Bangsa Kalimantan, Bangsa Sunda,
Bangsa Bali, Bangsa Papua, dls, untuk segera bangun dari tidur dan berdiri
menyatakan kemerdekaan dari penjajah Jawa yang sedang memeras bangsa dan kekayaan
alam saudara-saudara. Mengikuti jejak bangsa Acheh-Sumatra, Bangsa Maluku
Selatan, Bangsa Papua, Bangsa Timor Leste dan mengikuti semua bangsa-bangsa
maju dan terhormat lainya di dunia yang sudah dan sedang berjuang untuk
kemerdekaan mereka! Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Charter),
Pernyataaan Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
telah mengakui hak setiap bangsa untuk merdeka, dan hak setiap bangsa atas
kekayaan alamnya, atas kehidupan ekonominya, kebudayaanya, dan keagamaannya. Di
tanah air kita, hak-hak ini semua sedang diperkosa oleh penjajah neo-kolonialis
Jawa untuk kepentingan mereka. Dunia yang beradab dan sudah membuka pintu
kemerdekaan selebar-lebarnya kepada kita: tinggal saudara-saudara sendirilah
yang harus bangun dari tidur dan mengambil langkah keluar dari kegelapan
penjara penjajahan Jawa yang rakus, serakah dan brutal. Melalui pintu terbuka
ini kita sama-sama menuju ke-alam kemerdekaan, kemakmuran dan kebebasan yang
sejati, untuk kepentingan bangsa saudara masing-masing, dan supaya kita bisa
duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan segala bangsa-bangsa lain di
dunia merdeka dalam abad ke-21 ini!