Mengenal Paulo Freire (Bagian I) -->

Advertisement

Mengenal Paulo Freire (Bagian I)

Minggu, 07 Februari 2016

Paulo Freire dikenal sebagai seorang pendidik, teolog, humanis, sosialis dan bahkan dianggap messias dunia ketiga (khususnya masyarakat Amerika Latin) ia tidak hanya seorang yang kontroversial dengan metode pendidikan revolusionernya namun juga sosok yang sulit diterka. Pemikirannya selalu mencerminkan nada gugatan, protes dan berontak terhadap segala bentuk pendidikan yang telah mencabut manusia dari kesadarannya. 

Perjalanan hidup dan karier Paulo Freire sebagai pendidik begitu optimis meskipun  dikungkung oleh kemiskinan, pemenjara’an dan pembuangan. Dialah pejuang kebebasan dunia yang eksis memperjuangkan keadilan bagi orang-orang kelas marginal yang menyusun budaya diam di banyak wilayah. Eksistensi dan peran besarnya dalam pendidikan menempatkan Freire dalam orang-orang revolusioner-radikal.

 Paulo Freire lahir pada 19 september 1921 di Recife, kota pelabuhan diTimur Laut Brazil, dia berasal dari keluarga kelas menengah, ayahnya bernama Joachim Themistocles Freire berprofesi sebagai polisi militer di Pernambuco yang berasal dari Rio Grande de Norte. Ayahnya adalah seorang pengikut aliran kebatinan, tanpa menjadi anggota dari agama resmi. Baik budi, cakap, dan mampu untuk mencintai.dan ibunya bernama Edultrus Neves Freire, berasal dari Pernambuco, beragama Katolik, lembut, baik budi, dan adil. Merekalah yang dengan contoh dan cinta mengajarkan kepada Paulo Freire untuk menghargai dialog dan menghormati pendapat maupun pilihan orang lain.

Kehidupan orang tua Freire tergolong kelas menengah, namun sering mengalami kesulitan financial. Situasi seperti itulah yang membuat Freire menyadari arti lapar bagi anak sekolah dasar. Dan situasi itu juga membuat ia pada waktu kecil bersumpah untuk membaktikan hidunya melawan kemiskinan dan kelaparan serta membela kaum miskin sehingga tidak ada anak lain yang akan merasakan penderitaan seperti yang pernah ia alami. Situasi ini terjadi pada tahun 1929 dimana krisis ekonomi melanda hampir di seluruh kota di Brazil. Kendati demikian semangat Freire tidak surut untuk tetap membela dan memperjuangkan kesejahteraan kaum marginal dan minoritas.

Optimisme Freire membuatnya tetap semangat meski hidup dalam situasi pembuangan, pemenjaraan dan kemiskinan, dan memandang bahwa kehidupan adalah sebuah optimisme, maka aksi yang ia lakukan adalah bagaimana memperjuangkan rakyatnya agar tidak tertindas lagi. Kritik-kritiknya terhadap dehumanisasi melahirkan sebuah ide brilliant, yaitu bagaimana agar masyarakat lebih bersifat humanis sebab hanya dengan semangat humanisme yang mementingkan pembebasan dan pemerdekaan tiap orang-lah, maka penindasan dapat dihapuskan. Sama seperti pendidikan tradisional pada masa Freire, penddikan bukan saja tidak menampakkan unsur pemerdekaan, bahkan ia juga jauh dari humanisme.

Pada tahun 1943, Freire mulai belajar di Universitas Recife, sebagai seorang mahasiswa hukum, tetapi ia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa. Meskipun ia lulus sebagai ahli hukum, ia tidak pernah benar-benar berpraktik dalam bidang tersebut. Sebagai buktinya, ia pernah berkarier dalam waktu pendek sebagai seorang pengacara. Sebaliknya, ia bekerja sebagai seorang guru di sekolah menengah, mengajar bahasa Portugis selama 6 tahun (1941-1947).

Pada tahun 1944, Freire melangsungkan pernikahan dengan Elza Maia Costa Olivera dari Recife, seorang guru sekolah dasar (yang kemudian menjadi kepala sekolah). Dari pernikahannya dengan Elza melahirkan tiga orang putri dan dua orang putra. Pasca pernikahannya itu kemudian naluri dan kepedulian Freire pada pendidikan mulai tumbuh, ia banyak membaca buku-buku tentang pendidikan, filsafat dan sosiologi ketimbang buku-buku hukum yang menjadi sarana penghasilannya.

Pada 1946, Freire diangkat menjadi Direktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dari Dinas Sosial di Negara bagian Pernambuco (yang ibu kotanya adalah Recife). Selama bekerja itu, terutama ketika bekerja di antara orang-orang miskin yang buta huruf, Freire mulai merangkul bentuk pengajaran yang non-ortodoks yang belakangan dianggap sebagai teologi pembebasan.

Tahun 1959, Freire menyerahkan disertasi doktoral di Universitas Recife dengan judul Educacao e Atualidade Brazileira (Pendidikan dan Keadaan Masa Kini di Brazil). Di kemudian hari, ia bahkan diangkat sebagai guru besar bidang sejarah dan filsafat pendidikan di universitas tersebut.

Pada 1961-1964, ia diangkat sebagai Direktur Pertama dari Departemen Perluasan Kebudayaan Universitas Recife. Dan pada 1962, ia mendapatkan kesempatan pertama untuk menerapkan secara luas teori- teorinya. Saat itu, 300 orang buruh kebun tebu diajar untuk membaca dan menulis hanya dalam 45 hari. Sebagai tanggapan terhadap eksperimen ini, pemerintah Brazil menyetujui dibentuknya ribuan lingkaran budaya di seluruh negeri. Karena keberhasilannya dalam program pemberantasan buta huruf di daerah Angicos, Rio Grande do Norte, ia diangkat sebagai Presiden dari Komisi Nasional untuk Kebudayaan Populer.

Pada tahun 1964, terjadi kudeta militer di Brazil, yang mengakhiri upaya itu. Rezim yang berkuasa saat itu menganggap Freire seorang tokoh yang berbahaya, karena itu mereka menahannya selama 70 hari sebelum akhirnya “mempersilahkan” Freire untuk meninggalkan negeri itu. Ia memulai masa 15 tahun pembuangannya dan tinggal untuk sementara waktu di Bolivia. Dari Bolivia ia pindah ke Chili dan berkerja selama 5 tahun untuk organisasi internasional Christian Democratic Agrarian Reform Movement. Dalam masa 5 tahun ini, ia dianggap sangat berjasa menghantar Chili menjadi 1 dari 5 negara terbaik di dunia yang diakui UNESCO sukses dalam memberantas buta huruf. Pada tahun 1969, ia sempat menjadi visiting professor di Universitas Harvard.

Antara tahun 1969-1979, ia pindah ke Jenewa dan menjadi penasihat khusus bidang pendidikan bagi Dewan Gereja Dunia. Pada masa itu Freire bertindak sebagai penasihat untuk pembaruan pendidikan di bekas koloni-koloni Portugis di Afrika, khususnya Guinea Bissau dan Mozambik. Pada akhir tahun 1960-an inilah ia menulis salah satu bukunya yang paling terkenal, Pedagogy of the Oppressed.

Pada tahun 1979, Freire kembali ke Brazil dan menempati posisi penting di Universitas Sao Paulo. Freire bergabung dengan Partai Buruh Brazil (PT) di kota São Paulo, dan bertindak sebagai penyedia untuk proyek melek huruf dewasa dari tahun 1980-1986. Ketika PT menang dalam pemilu-pemilu munisipal pada 1986, Freire diangkat menjadi Sekretaris Pendidikan untuk São Paulo.

Pada tahun 1986 juga, istrinya Elza meninggal dunia. Kemudian Freire menikahi Maria Araújo Freire dan melanjutkan pekerjaan pendidikannya sendiri yang radikal.

Tahun 1988, ia ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan untuk kota Sao Paulo, sebuah posisi yang memberinya tanggung jawab untuk mereformasi dua pertiga dari seluruh sekolah negeri yang ada.

Pada 1991, didirikanlah Institut Paulo Freire di São Paulo untuk memperluas dan menguraikan teori-teorinya tentang pendidikan rakyat. Institut ini menyimpan semua arsip Freire.

Freire meninggal pada 2 Mei 1997, dalam usia 75, akibat penyakit jantung. Selama hidupnya, ia menerima beberapa gelar doktor honoris causa dari berbagai universitas di seluruh dunia. Ia juga menerima beberapa penghargaan, di antaranya:

  1. UNESCO’s Peace Prize tahun 1987 
  2. Dari The Association of Christian Educators of the United States sebagai The Outstanding Christian Educator pada tahun 1985. 
  3. Penghargaan Raja Baudouin (Belgia) untuk Pembangunan Internasional.


Karya-karya Freire
  1. Education As The Practice Of Freedom. Buku ini dibuat Freire atas hasil analisisnya terhadap kegagalan dalam melakukan emansipasi di Brazil, buku ini ditulis didalam penjara sebab aktivitas subversive Freire ia tertangkap oleh militer yang berhasil meruntuhkan rezim goulart, dan memerintahkan untuk mengintimidasi seluruh geraka prograsif, termasuk salah satunya adalah gerakan pemberantasan buta huruf Freire, maka Freire pun dipenjara selama 70 hari. Buku ini kemudian diselesaikan di Cile dalam masa pembuangannya. Buku ini menjelaskan tentang apa pandangan filosofis dari apa yang terwujud dari masyarakat untuk mentransformasi sejarah menjadi subjek melalui suatu refleksi yang kritis. 
  2. Pedagogy of the Opressed (1970), salah satu karya Freire yang terkenal , dibuatnya ketika Freire mulai menagkap realita kongkret yang terjadi atas kenyataan perang yang dilancarkan Amerika terhadap Vietnam, dimana tekanan dan penindasan terhadap kehidupan ekonomi dan politik dunia ketiga berlangsung secara tak terbatas. Berdsarkan kenyataan tersebut Freire mulai memperluas definisinya tentang persoalan dunia ketiga dari masalah geografis ke konsep politis, dalam buku ini tema kekerasan menjadi pokok bahasan utama, menurut Freire pendidikan menjadi jalur permanen terwujudnya pembebasan. Dalam buku ini Freire berusaha menyajikan pandangan filosofis dari apa yang terwujud dari para laki-laki dan perempuan untuk mentransformasi sejarah dan menjadi subjek melalui satu refleksi yang kritis. 
  3. Cultural Action for Freedom(1970), buku yang ditulis Freire pada tahun yang sama pembuatan karya Pedagogy of the Oppressed. Dalam buku ini Freire membahas masalah perubahan-perubahan kultural yang terjadi dalam reformasi agraria berjalan seiring dengan pengajaran dan pembelajaran ketrampilan baru. 
  4. Tahun 1969-1970 Freire menerbitkan dua buah artikel untuk Harvard Educational Review yang berjudul “Adult Literacy Process as Cultural Action for Freedom” dan “Cultural Action an Conscientization”. Kedua artikel ini memuat hamper seluruh teori kependidikannya kedalam bahasa Inggris yang pertama karena karya-karya tulisnya yang lain selalu dalam bahasa Spanyol dan Portugis. 
  5. Buku Pedagogy of the Heart (1999) merupakan buku paling menarik karena Freire berusaha melihat kedalam hidupnya sendiri untuk berefleksi tentang pendidikan dan politik. Freire menampilkan dirinya sebagai democrat yang tidak engenal kompromi dan pembaharu radikal yang gigih, pengalamannya semasa dalam pembuangan hingga pengalamannya dalam menjabat sebagai mentri pendidikan Sao Paolo justru semakin memperbesar komitmennya kepada orang-orang terpinggir, lapar dan buta huruf akibat rezim Brazil yang menindas.