Review Film: Insidious - The Last Key -->

Advertisement

Review Film: Insidious - The Last Key

Senin, 08 Januari 2018

Jika kamu ingin menyaksikan film horror yang mencengangkan, pertimbangkalah untuk tidak menyaksikan film "Insidous: The Lasy Key" ini. Sekalipun adegannya begitu datar, tapi narasi yang disajikan penulis skenarionya cukup menarik karena Elise, Sang Cenayang kembali ke masa lalunya. 


Insidious: The Last Key merupakan prekuel dari film-film sebelumnya. Kisahnya sendiri mengambil setting beberapa tahun sebelum peristiwa yang terjadi di dua film sebelumnya. Fokus ceritanya akan menyorot masa muda Elise Rainier (Lin Shaye) yang saat itu tinggal di New Mexico. Dari sinilah semuanya bermula, teror dari iblis dan roh jahat yang menghantui Elise.

Insidious 4 yang mengusung judul Insidious: The Last Key. Film produksi studio Universal ini disutradarai oleh Adam Robitel. Di kursi produser ada nama Jason Blum, Oren Peli, dan James Wan. Sementara untuk penulisan skenario, Insidious: The Last Keymempercayakannya kepada Leigh Whannell. Film keempat dalam waralaba Insidious dibintangi oleh beberapa artis ternama seperti Lin Shaye, Leigh Whannell, Spencer Locke, Angus Sampson, Kirk Acevedo, dan Bruce Davison. Seperti apa kisah horor yang akan disuguhkan dalam Insidious: The Last Key kali ini? Simak ulasannya berikut ini.

Film dibuka dengan kisah masa kecil Elise di New Mexico. Saat itu Elise muda (diperankan Ava Kolker dan Hana Hayes) sudah punya indera keenam. Namun, ayahnya tak percaya dengan kelebihan anaknya itu, menganggapnya berhalusinasi, hingga selalu memukul dan menghukumnya jika Elise mengaku melihat hantu.

Hingga suatu ketika, saat dihukum, Elise tanpa sengaja membuka "pintu merah", sebuah pintu yang membuat kekuatan jahat masuk ke dunia manusia, lalu meninggalkan trauma bagi Elise hingga usia senjanya. Trauma ini jadi benang merah cerita film keempat, saat Elise ditelepon seseorang yang mengaku diganggu roh jahat, di rumah masa kecil Elise. Dari sinilah petualangan horor Elise dimulai, yang nantinya membuat dia kembali lagi ke dunia "Further".

Sejak awal, penonton sudah ditarik ke bangunan cerita yang kokoh. 

Tiap peristiwa akan mengantarkan ke rasa penasaran yang satu ke penasaran yang lain. Bersamaan dengan itu, rasa ngeri karena sadar ada hantu yang hadir (baik yang tampak mau yang tidak), makin menambah keasyikan menonton film ini. Ini juga jadi tanda bahwa The Last Key tak selalu mengandalkan scare jump scene atau adegan yang bikin kaget untuk menakut-nakuti penonton.

Kerapian cerita makin menghibur saat Whannel tiba-tiba menyodorkan kejutan di pertengahan film. Bolehlah disebut, kejutan ini tak lazim terjadi dalam film horor, meski juga bukan sesuatu yang baru. Yang pasti, kejutan ini menambah rasa penasaran tentang ke mana cerita akan dibawa bergerak.

Sayangnya, keseruan di paruh pertama ini bukannya makin naik jelang akhir film, tapi lama-kelamaan malah menurun hingga film selesai. Ini diawali dengan kisah di paruh terakhir yang sangat standar dan mudah ditebak. Sebenarnya, hal tersebut tak terlalu jadi masalah. Namun, hal ini tidak langsung ditutupi atau diimbangi dengan adegan-adegan mengerikan penampakan hantu agar penonton terhibur karena ditakut-takuti hingga titik ekstrem. Boleh dibilang, tingkat kengeriannya malah masih kalah jika dibandingkan film-film sebelumnya.

Insidious: The Last Key
Screenshot trailer film The Last Key di IMDb (IST)


The Last Key pun lalu berakhir antiklimaks. Saking antiklimaksnya untuk ukuran film horor, bisa-bisa penonton jadi bertanya-tanya, apakah film benar-benar sudah berakhir. Sebuah pertanyaan yang menyimpan harapan tersembunyi agar film jangan selesai dulu. 

Karena dengan awalan yang apik dan sangat membetot perhatian, The Last Key harusnya bisa ditutup dengan lebih memuaskan.

Sekarang, mari bandingkan film keempat ini dengan film-film sebelumnya. Meski seluruh film ditulis oleh orang yang sama, yaitu Leigh Whannel (juga berperan sebagai Specs), namun dilihat dari kerapian membangun misteri, film ini lebih baik dari seri kedua dan ketiga. Bisa dibilang, The Last Key menyamai keasyikan cerita di film pertama.

Sebelumnya, Insidious: Chapter 1 lebih dahulu rilis pada tahun 2010, film ini bercerita tentang mati suri yang diangkat dari kisah nyata. Putra sulung Renai dan Josh Lambert mengalami koma selama lebih dari tiga bulan. Setelahnya berbagai kejadian ganjil mulai mengusik keluarga Lambert.

Merasa khawatir dengan keadaan menantu dan cucunya, Lorraine, ibu Josh meminta bantuan paranormal. Elise, ternyata adalah paranormal yang dulu pernah membantu Lorraine menangani kasus Josh. Ternyata, sewaktu kecil Josh pernah di ganggu oleh arwah. Kejadian itu tak jauh beda dengan yang dialami Dalton putranya.

Pada Insidious: Chapter 2, masih menceritakan mengenai keluarga Lambert yang diusik oleh arwah. Jika pada akhir film Insidious: Chapter 1 Josh masuk ke alam arwah demi menyelamatkan Dalton putranya. Maka pada Insidious yang kedua ini ganti arwah Josh yang tertinggal di dunia arwah.

Awal film ini mengkisahkan tentang masa kecil Josh yang diganggu arwah dengan baju pengantin berwarna hitam. Lorreine akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan Carl seorang paranormal yang jago bermain dadu. Disitulah Carl bertemu dua pemburu hantu yang juga muncul di Insidious: Chapter 1.

Sementara pada sekuel ketiga Insidous mengambil latar waktu sebelum Insidious yang pertama. Kali ini Insidious mengangkat kisah Quinn Benner seorang gadis remaja yang hidup bersama ayah dan adik laki-lakinya di sebuah apartemen. Quinn Benner merasa dia telah berhubungan dengan ibunya yang telah meninggal.

Sayangnya, hubungan itu tidak berlangsung dengan baik. Ada beberapa kejadian ganjil yang Quinn alami. Akhirnya, Quinn mendatangi rumah Elise untuk meminta tolong. Awalnya Elise menolak untuk membantu Quinn. Pada akhirnya, Elise memutuskan membantu Quinn setelah Quinn mengalami lumpuh akibat kecelakaan yang ganjil.

Nah, pada akhir film ini ibu dari Elise kembali menyelamatkannya. Namun, adegan akhirnya inilah justru menyisakan satu pertanyaaan, yakni apakah dia juga cenayang?